Sabtu, 02 Oktober 2010

PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS GURU 1

PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS GURU

PENDAHULUAN 

Fakta tentang kualitas guru menunjukkan bahwa sedikitnya 50

persen guru di Indonesia tidak memiliki kualitas sesuai standardisasi
pendidikan nasional (SPN). Berdasarkan catatan Human Development
Index (HDI), fakta ini menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia belum
memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar pada
pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Dari data statistik HDI
terdapat 60% guru SD, 40% SMP, 43% SMA, 34% SMK dianggap belum
layak untuk mengajar di jenjang masing-masing. Selain itu, 17,2% guru
atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan pada bidang studinya.
Dengan demikian, kualitas SDM guru kita adalah urutan 109 dari 179
negara di dunia. Untuk itu, perlu dibangun landasan kuat untuk
meningkatkan kualitas guru dengan standardisasi rata-rata bukan
standardisasi minimal (Toharudin 2006:1). Pernyataan ini juga diperkuat
oleh Rektor UNJ sebagai berikut.
"Saat ini baru 50 persen dari guru se-Indonesia yang memiliki
standardisasi dan kompetensi. Kondisi seperti ini masih dirasa kurang.
Sehingga kualitas pendidikan kita belum menunjukkan peningkatan yang
signifikan," (Sutjipto dalam Jurnalnet, 16/10/2005).
Fakta lain yang diungkap oleh Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik
dan Tenaga Kependidikan, Dr. Fasli Djalal, bahwa sejumlah guru
mendapatkan nilai nol untuk materi mata pelajaran yang sesungguhnya
mereka ajarkan kepada murid-muridnya. Fakta itu terungkap berdasarkan
ujian kompetensi yang dilakukan terhadap tenaga kependidikan tahun
2004 lalu. Secara nasional, penguasaan materi pelajaran oleh guru
ternyata tidak mencapai 50 persen dari seluruh materi keilmuan yang
harus menjadi kompetensi guru. Beliau juga mengatakan skor mentah
yang diperoleh guru untuk semua jenis pelajaran juga memprihatinkan.
Guru PPKN, sejarah, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, matematika,
fisika, biologi, kimia, ekonomi, sosiologi, geografi, dan pendidikan seni
1-2 Pengembangan Profesionalitas Guru
hanya mendapatkan skor sekitar 20-an dengan rentang antara 13 hingga
23 dari 40 soal. "Artinya, rata-rata nilai yang diperoleh adalah 30 hingga
46 untuk skor nilai tertinggi 100," (Tempo Interaktif, 5 Januari 2006).
Mengacu pada data kasar kondisi guru saat ini tentulah kita
sangat prihatin dengan buruknya kompetensi guru itu. Padahal, memasuki
tahun 2006 tuntutan minimal kepada siswa untuk memenuhi syarat
kelulusan harus menguasai 42,5 persen. Untuk itu, layak kiranya pada
tulisan ini dicari format bagaimanakah seharusnya mengembangkan guru
yang profesional?
A. Guru sebagai Profesi
Djojonegoro (1998:350) menyatakan bahwa profesionalisme
dalam suatu pekerjaan atau jabatan ditentukan oleh tiga faktor penting,
yaitu: (1) memiliki keahlian khusus yang dipersiapkan oleh program
pendidikan keahlian atau spesilaisasi, (2) kemampuan untuk
memperbaiki kemampuan (keterampilan dan keahlian khusus) yang
dimiliki, (3) penghasilan yang memadai sebagai imbalan terhadap
keahlian yang dimiliki itu. Menurut Vollmer & Mills (1991:4) profesi
adalah sebuah pekerjaan/jabatan yang memerlukan kemampuan
intelektual khusus, yang diperoleh melalui kegiatan belajar dan
pelatihan untuk menguasai keterampilan atau keahlian dalam melayani
atau memberikan advis pada orang lain dengan memperoleh upah
atau gaji dalam jumlah tertentu.
Usman (1990:4) mengatakan bahwa guru merupakan suatu
profesi yang artinya suatu jabatan atau pekerjaan yang memerlukan
keahlian khusus sebagai guru. Suatu profesi memiliki persyaratan
tertentu, yaitu: (1) menuntut adanya keterampilan yang mendasarkan
pada konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendasar, (2)
menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai
dengan profesinya, (3) menuntut tingkat pendidikan yang memadai, (4)
menuntut adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari
Pengembangan Profesionalitas Guru 1-3
pekerjaan yang dilaksanakan, (5) memungkinkan perkembangan
sejalan dengan dinamika kehidupan, (6) memiliki kode etik sebagai
acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, (7) memiliki obyek
tetap seperti dokter dengan pasiennya, guru dengan siswanya, dan (8)
diakui di masyarakat karena memang diperlukan jasanya di
masyarakat.
Pengertian di atas menunjukkan bahwa unsur-unsur terpenting
dalam sebuah profesi adalah penguasaan sejumlah kompetensi
sebagai keahlian khusus, yang diperoleh melalui pendidikan dan
pelatihan khusus, untuk melaksanakan pembelajaran secara efektif
dan efisien. Kompetensi guru berkaitan dengan profesionalisme adalah
guru yang kompeten (memiliki kemampuan) di bidangnya. Karena itu
kompetensi profesionalisme guru dapat diartikan sebagai kemampuan
memiliki keahlian dan kewenangan dalam menjalankan profesi
keguruan.
B. Kompetensi Guru
Sejalan dengan uraian pengertian kompetensi guru di atas,
Sahertian (1990:4) mengatakan kompetensi adalah pemilikan,
penguasaan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut jabatan
seseorang. Oleh sebab itu seorang calon guru agar menguasai
kompetensi guru dengan mengikuti pendidikan khusus yang
diselenggarakan oleh LPTK. Kompetensi guru untuk melaksanakan
kewenangan profesionalnya, mencakup tiga komponen sebagai
berikut: (1) kemampuan kognitif, yakni kemampuan guru menguasai
pengetahuan serta keterampilan/keahlian kependidikan dan
pengatahuan materi bidang studi yang diajarkan, (2) kemampuan
afektif, yakni kemampuan yang meliputi seluruh fenomena perasaan
dan emosi serta sikap-sikap tertentu terhadap diri sendiri dan orang
lain, (3) kemampuan psikomotor, yakni kemampuan yang berkaitan
dengan keterampilan atau kecakapan yang bersifat jasmaniah yang
1-4 Pengembangan Profesionalitas Guru
pelaksanaannya berhubungan dengan tugas-tugasnya sebagai
pengajar.
Dalam UU Guru dan Dosen disebutkan bahwa kompetensi
guru mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan
sosial sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan yang diperoleh
melalui pendidikan profesi guru setelah program sarjana atau D4.
Kompetensi pribadi meliputi: (1) pengembangan kepribadian, (2)
berinteraksi dan berkomunikasi, (3) melaksanakan bimbingan dan
penyuluhan, (4) melaksanakan administrasi sekolah, (5) melaksanakan
tulisan sederhana untuk keperluan pengajaran.
1. Kompetensi Profesional
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut
keahlian (expertise) para anggotanya. Artinya pekerjaan itu tidak bisa
dilakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan
secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu. Profesional menunjuk
pada dua hal, yaitu (1) orang yang menyandang profesi, (2)
penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan
profesinya (seperti misalnya dokter).
Makmum (1996: 82) menyatakan bahwa teacher performance
diartikan kinerja guru atau hasil kerja atau penampilan kerja. Secara
konseptual dan umum penampilan kerja guru itu mencakup aspekaspek;
(1) kemampuan profesional, (2) kemampuan sosial, dan (3)
kemampuan personal.
Johnson (dalam Sanusi, 1991:36) menyatakan bahwa standar
umum itu sering dijabarkan sebagai berikut; (1) kemampuan
profesional mencakup, (a) penguasaan materi pelajaran, (b)
penguasaan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan
dan keguruan, dan (c) penguasaan proses-proses pendidikan. (2)
kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri
kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu
Pengembangan Profesionalitas Guru 1-5
membawakan tugasnya sebagai guru. (3) kemampuan personal
(pribadi) yang beraspek afektif mencakup, (a) penampilan sikap positif
terhadap keseluruhan tugas sebagai guru, (b) pemahaman,
penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh
seorang guru, dan (c) penampilan untuk menjadikan dirinya sebagai
panutan dan keteladanan bagi peserta didik.
2. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian menurut Suparno (2002:47) adalah
mencakup kepribadian yang utuh, berbudi luhur, jujur, dewasa,
beriman, bermoral; kemampuan mengaktualisasikan diri seperti
disiplin, tanggung jawab, peka, objekti, luwes, berwawasan luas, dapat
berkomunikasi dengan orang lain; kemampuan mengembangkan
profesi seperti berpikir kreatif, kritis, reflektif, mau belajar sepanjang
hayat, dapat ambil keputusan dll. (Depdiknas,2001). Kemampuan
kepribadian lebih menyangkut jati diri seorang guru sebagai pribadi
yang baik, tanggung jawab, terbuka, dan terus mau belajar untuk maju.
Yang pertama ditekankan adalah guru itu bermoral dan
beriman. Hal ini jelas merupakan kompetensi yang sangat penting
karena salah satu tugas guru adalah membantu anak didik yang
bertaqwa dan beriman serta menjadi anak yang baik. Bila guru sendiri
tidak beriman kepada Tuhan dan tidak bermoral, maka menjadi sulit
untuk dapat membantu anak didik beriman dan bermoral. Bila guru
tidak percaya akan Allah, maka proses membantu anak didik percaya
akan lebih sulit. Disini guru perlu menjadi teladan dalam beriman dan
bertaqwa. Pernah terjadi seorang guru beragama berbuat skandal sex
dengan muridnya, sehingga para murid yang lain tidak percaya
kepadanya lagi. Para murid tidak dapat mengerti bahwa seorang guru
yang mengajarkan moral, justru ia sendiri tidak bermoral. Syukurlah
guru itu akhirnya dipecat dari sekolah.
1-6 Pengembangan Profesionalitas Guru
Yang kedua, guru harus mempunyai aktualisasi diri yang tinggi.
Aktualisasi diri yang sangat penting adalah sikap bertanggungjawab.
Seluruh tugas pendidikan dan bantuan kepada anak didik memerlukan
tanggungjawab yang besar. Pendidikan yang menyangkut
perkembangan anak didik tidak dapat dilakukan seenaknya, tetapi
perlu direncanakan, perlu dikembangkan dan perlu dilakukan dengan
tanggungjawab. Meskipun tugas guru lebih sebagai fasilitator, tetapi
tetap bertanggung jawab penuh terhadap perkembangan siswa. Dari
pengalaman lapangan pendidikan anak menjadi rusak karena
beberapa guru tidak bertanggungjawab. Misalnya, terjadi pelecehan
seksual guru terhadap anak didik, guru meninggalkan kelas
seenaknya, guru tidak mempersiapkan pelajaran dengan baik, guru
tidak berani mengarahkan anak didik, dll.
Kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain sangat
penting bagi seorang guru karena tugasnya memang selalu berkaitan
dengan orang lain seperti anak didik, guru lain, karyawan, orang tua
murid, kepala sekolah dll. Kemampuan ini sangat penting untuk
dikembangkan karena dalam pengalaman, sering terjadi guru yang
sungguh pandai, tetapi karena kemampuan komunikasi dengan siswa
tidak baik, ia sulit membantu anak didik maju. Komunikasi yang baik
akan membantu proses pembelajaran dan pendidikan terutama pada
pendidikan tingkat dasar sampai menengah.
Kedisiplinan juga menjadi unsur penting bagi seorang guru.
Kedisiplinan ini memang menjadi kelemahan bangsa Indonesia, yang
perlu diberantas sejak bangku sekolah dasar. Untuk itu guru sendiri
harus hidup dalam kedisiplinan sehingga anak didik dapat
meneladannya. Di lapangan sering terlihat beberapa guru tidak disiplin
mengatur waktu, seenaknya bolos; tidak disiplin dalam mengoreksi
pekerjaan siswa sehingga siswa tidak mendapat masukan dari
pekerjaan mereka. Ketidakdisiplinan guru tersebut membuat siswa
ikut-ikutan suka bolos dan tidak tepat mengumpulkan perkerjaan
Pengembangan Profesionalitas Guru 1-7
rumah. Yang perlu diperhatikan di sini adalah, meski guru sangat
disiplin, ia harus tetap membangun komunikasi dan hubungan yang
baik dengan siswa. Pendidikan dan perkembangan pengetahuan di
Indonesia kurang cepat salah satunya karena disiplin yang kurang
tinggi termasuk disiplin dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan
dalam belajar.
Yang ketiga adalah sikap mau mengembangkan pengetahuan.
Guru bila tidak ingin ketinggalan jaman dan juga dapat membantu
anak didik terus terbuka terhadap kemajuan pengetahuan, mau tidak
mau harus mengembangkan sikap ingin terus maju dengan terus
belajar. Di jaman kemajuan ilmu pengetahuan sangat cepat seperti
sekarang ini, guru dituntut untuk terus belajar agar pengetahuannya
tetap segar. Guru tidak boleh berhenti belajar karena merasa sudah
lulus sarjana.
3. Kompetensi Paedagogik
Selanjutnya kemampuan paedagogik menurut Suparno
(2002:52) disebut juga kemampuan dalam pembelajaran atau
pendidikan yang memuat pemahaman akan sifat, ciri anak didik dan
perkembangannya, mengerti beberapa konsep pendidikan yang
berguna untuk membantu siswa, menguasai beberapa metodologi
mengajar yang sesuai dengan bahan dan perkambangan siswa, serta
menguasai sistem evaluasi yang tepat dan baik yang pada gilirannya
semakin meningkatkan kemampuan siswa.
Pertama, sangat jelas bahwa guru perlu mengenal anak didik
yang mau dibantunya. Guru diharapkan memahami sifat-sifat, karakter,
tingkat pemikiran, perkembangan fisik dan psikis anak didik. Dengan
mengerti hal-hal itu guru akan mudah mengerti kesulitan dan
kemudahan anak didik dalam belajar dan mengembangkan diri.
Dengan demikian guru akan lebih mudah membantu siswa
berkembang. Untuk itu diperlukan pendekatan yang baik, tahu ilmu
1-8 Pengembangan Profesionalitas Guru
psikologi anak dan perkembangan anak dan tahu bagaimana
perkembangan pengetahuan anak. Biasanya selama kuliah di FKIP
guru mendalami teori-teori psikologi tersebut. Namun yang sangat
penting adalah memahami anak secara tepat di sekolah yang nyata.
Kedua, guru perlu juga menguasai beberapa teori tentang
pendidikan terlebih pendidikan di jaman modern ini. Oleh karena
sistem pendidikan di Indonesia lebih dikembangkan kearah pendidikan
yang demokratis, maka teori dan filsafat pendidikan yang lebih bersifat
demokratis perlu didalami dan dikuasai. Dengan mengerti bermacammacam
teori pendidikan, diharapkan guru dapat memilih mana yang
paling baik untuk membantu perkembangan anak didik. Oleh karena
guru kelaslah yang sungguh mengerti situasi kongrit siswa mereka,
diharapkan guru dapat meramu teori-teori itu sehingga cocok dengan
situasi anak didik yang diasuhnya. Untuk itu guru diharapkan memiliki
kreatifititas untuk selalu menyesuaikan teori yang digunakan dengan
situasi belajar siswa secara nyata.
Ketiga, guru juga diharapkan memahami bermacam-macam
model pembelajaran. Dengan semakin mengerti banyak model
pembelajaran, maka dia akan lebih mudah mengajar pada anak sesuai
dengan situasi anak didiknya. Dan yang tidak kalah penting dalam
pembelajaran adalah guru dapat membuat evaluasi yang tepat
sehingga dapat sungguh memantau dan mengerti apakah siswa
sungguh berkembang seperti yang direncanakan sebelumnya. Apakah
proses pendidikan sudah dilaksanakan dengan baik dan membantu
anak berkembang secara efisien dan efektif.
Kompetensi profesional meliputi: (1) menguasai landasan
pendidikan, (2) menguasai bahan pembelajaran, (3) menyusun
program pembelajaran, (4) melaksanakan program pembelajaran, dan
(5) menilai proses serta hasil pembelajaran.
Pengembangan Profesionalitas Guru 1-9
4. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial meliputi: (1) memiliki empati pada orang lain,
(2) memiliki toleransi pada orang lain, (3) memiliki sikap dan
kepribadian yang positif serta melekat pada setiap kopetensi yang lain,
dan (4) mampu bekerja sama dengan orang lain.
Menurut Gadner (1983) dalam Sumardi (Kompas, 18 Maret
2006) kompetensi sosial itu sebagai social intellegence atau
kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial merupakan salah satu dari
sembilan kecerdasan (logika, bahasa, musik, raga, ruang, pribadi,
alam, dan kuliner) yang berhasil diidentifikasi oleh Gardner.
Semua kecerdasan itu dimiliki oleh seseorang. Hanya saja,
mungkin beberapa di antaranya menonjol, sedangkan yang lain biasa
atau bahkan kurang. Uniknya lagi, beberapa kecerdasan itu bekerja
secara padu dan simultan ketika seseorang berpikir dan atau
mengerjakan sesuatu (Amstrong, 1994).
Sehubungan dengan apa yang dikatakan oleh Amstrong itu
ialah bahwa walau kita membahas dan berusaha mengembangkan
kecerdasan sosial, kita tidak boleh melepaskannya dengan
kecerdasan-kecerdasan yang lain. Hal ini sejalan dengan kenyataan
bahwa dewasa ini banyak muncul berbagai masalah sosial
kemasyarakatan yang hanya dapat dipahami dan dipecahkan melalui
pendekatan holistik, pendekatan komperehensif, atau pendekatan
multidisiplin.
Kecerdasan lain yang terkait erat dengan kecerdasan sosial
adalah kecerdasan pribadi (personal intellegence), lebih khusus lagi
kecerdasan emosi atau emotial intellegence (Goleman, 1995).
Kecerdasan sosial juga berkaitan erat dengan kecerdasan keuangan
(Kiyosaki, 1998). Banyak orang yang terkerdilkan kecerdasan
sosialnya karena impitan kesulitan ekonomi.
Dewasa ini mulai disadari betapa pentingnya peran kecerdasan
sosial dan kecerdasan emosi bagi seseorang dalam usahanya meniti
1-10 Pengembangan Profesionalitas Guru
karier di masyarakat, lembaga, atau perusahaan. Banyak orang sukses
yang kalau kita cermati ternyata mereka memiliki kemampuan bekerja
sama, berempati, dan pengendalian diri yang menonjol.
Dari uraian dan contoh-contoh di atas dapat kita singkatkan
bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan seseorang
berkomunikasi, bergaul, bekerja sama, dan memberi kepada orang
lain. Inilah kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh seorang pendidik
yang diamanatkan oleh UU Guru dan Dosen, yang pada gilirannya
harus dapat ditularkan kepada anak-anak didiknya.
Untuk mengembangkan kompetensi sosial seseorang pendidik,
kita perlu tahu target atau dimensi-dimensi kompetensi ini. Beberapa
dimensi ini, misalnya, dapat kita saring dari konsep life skills
(www.lifeskills4kids.com). Dari 35 life skills atau kecerdasan hidup itu,
ada 15 yang dapat dimasukkan kedalam dimensi kompetensi sosial,
yaitu: (1) kerja tim, (2) melihat peluang, (3) peran dalam kegiatan
kelompok, (4) tanggung jawab sebagai warga, (5) kepemimpinan, (6)
relawan sosial, (7) kedewasaan dalam bekreasi, (8) berbagi, (9)
berempati, (10) kepedulian kepada sesama, (11) toleransi, (12) solusi
konflik, (13) menerima perbedaan, (14) kerja sama, dan (15)
komunikasi.
Kelima belas kecerdasan hidup ini dapat dijadikan topik silabus
dalam pembelajaran dan pengembangan kompetensi sosial bagi para
pendidik dan calon pendidik. Topik-topik ini dapat dikembangkan
menjadi materi ajar yang dikaitkan dengan kasus-kasus yang aktual
dan relevan atau kontekstual dengan kehidupan masyarakat kita.
Dari uraian tentang profesi dan kompetensi guru, menjadi jelas
bahwa pekerjaan/jabatan guru adalah sebagai profesi yang layak
mendapatkan penghargaan, baik finansial maupun non finansial.
Pengembangan Profesionalitas Guru 1-11
C. Memimpikan Guru yang Profesional
Untuk memperbaiki kualitas pendidikan, pemerintah telah
memberikan perhatian khusus dengan merumuskan sebuah Undang-
Undang yang mengatur profesi guru dan dosen. Dalam pembahasan
rancangan Undang-Undang ini (hingga disahkan pada 6 Desember
2005) tersirat keinginan Pemerintah untuk memperbaiki wajah suram
nasib guru dari sisi kesejahteraan dan profesionalisme. Jumlah guru di
Indonesia saat ini 2,2 juta orang, dan hanya sebagian kecil guru dari
sekolah negeri dan sekolah elit yang hidup berkecukupan.
Mengandalkan penghasilan dan profesi guru, jauh dari cukup sehingga
tidak sedikit guru yang mencari tambahan untuk memenuhi kebutuhan
hidup.
Sertifikasi kompetensi guru sebagai tindak lanjut dari Undang-
Undang ini menyisakan persoalan sebagaimana disampaikan
Mendiknas pada media masa pada saat pengesahan Undang-Undang
ini, antara lain kesepahaman akan ukuran uji kompetensi guru. Sejak
awal gagasan pembuatan RUU Guru dan Dosen dilatarbelakangi oleh
komitmen bersama untuk mengangkat martabat guru dalam
memajukan pendidikan nasional, dan menjadikan profesi ini menjadi
pilihan utama bagi generasi guru berikutnya (Situmorang dan
Budyanto 2005:1).
Guru, peserta didik, dan kurikulum merupakan tiga komponen
utama pendidikan. Ketiga komponen ini saling terkait dan saling
mempengaruhi, serta tidak dapat dipisahkan antara satu komponen
dengan komponen yang lainnya. Dari ketiga komponen tersebut, faktor
gurulah yang dinilai sebagai satu faktor yang paling penting dan
strategis, karena di tangan para gurulah proses belajar dan mengajar
dilaksanakan, baik di dalam dan di luar sekolah dengan menggunakan
bahan ajar, baik yang terdapat di dalam kurikulum nasional maupun
kurikulum lokal.
1-12 Pengembangan Profesionalitas Guru
Untuk melaksanakan proses belajar dan mengajar secara
efektif, guru harus memiliki kemampuan profesionalisme yang dapat
dihandalkan. Kemampuan profesionalisme yang handal tersebut tidak
dibawa sejak lahir oleh calon guru, tetapi harus dibangun, dibentuk,
dipupuk dan dikembangkan melalui satu proses, strategi, kebijakan
dan program yang tepat. Proses, strategi, kebijakan, dan program
pembinaan guru di masa lalu perlu dirumuskan kembali (Suparlan
2006:1).
James M. Cooper, dalam tulisannya bertajuk “The teachers as a
Decision Maker”, mengawali dengan satu pertanyaan menggelitik
“what is teacher?”. Cooper menjawab pertanyaan itu dengan
menjelaskan tetang guru dari aspek pelaksanaan tugasnya sebagai
tenaga profesional. Demikian pula, Dedi Supriadi dalam bukunya yang
bertajuk “Mengangkat Citra dan Martabat Guru” telah menjelaskan
(secara amat jelas) tentang makna profesi, profesional,
profesionalisme, dan profesionalitas sebagai berikut ini Profesi
menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian,
tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap pekerjaan itu. Misalnya, guru
sebagai profesi yang amat mulia. Profesional menunjuk dua hal, yakni
orangnya dan kinerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya.
Sebagai contoh, seorang profesional muda, atau dia bekerja secara
profesional. Profesionalisme menunjuk kepada derajat atau tingkat
kinerja seseorang sebagai seorang profesional dalam melaksanakan
profesi yang mulia itu.
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 dinyatakan bahwa “Pendidik
merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan tulisan dan
pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi”.
Pengembangan Profesionalitas Guru 1-13
Sebagai tenaga profesional, guru memang dikenal sebagai
salah satu jenis dari sekian banyak pekerjaan (occupation) yang
memerlukan bidang keahlian khusus, seperti dokter, insinyur, dan
bidang pekerjaan lain yang memerlukan bidang keahlian yang lebih
spesifik. Dalam dunia yang sedemikian maju, semua bidang pekerjaan
memerlukan adanya spesialisasi, yang ditandai dengan adanya
standar kompetensi tertentu, termasuk guru.
Guru merupakan tenaga profesional dalam bidang pendidikan
dan pengajaran. Westby-Gybson (1965), Soerjadi (2001:1-2)
menyebutkan beberapa persyaratan suatu pekerjaan disebut sebagai
profesi. Pertama, adanya pengakuan oleh masyarakat dan pemerintah
mengenai bidang layanan tertentu yang hanya dapat dilakukan karena
keahlian tertentu dengan kualifikasi tertentu yang berbeda dengan
profesi lain. Kedua, bidang ilmu yang menjadi landasan teknik dan
prosedur kerja yang unik. Ketiga, memerlukan persiapan yang sengaja
dan sistematis sebelum orang mengerjakan pekerjaan profesional
tersebut. Keempat, memiliki mekanisme yang diperlukan untuk
melakukan seleksi secara efektif, sehingga yang dianggap
kompetitiflah yang diperbolehkan dalam melaksanakan bidang
pekerjaan tersebut. Kelima, memiliki organisasi profesi yang, di
samping melindungi kepentingan anggotanya, juga berfungsi untuk
meyakinkan agar para anggotannya menyelenggarakan layanan
keahlian yang terbaik yang dapat diberikan (Suparlan, 2004:2).
Profesionalisme guru didukung oleh tiga hal, yakni (1) keahlian,
(2) komitmen, dan (3) keterampilan (Supriadi 1998:96). Untuk dapat
melaksanakan tugas profesionalnya dengan baik, pemerintah sejak
lama telah berupaya untuk merumuskan perangkat standar komptensi
guru. Dapat dianalogikan dengan pentingnya hakim dan Undang-
Undang, yang menyatakan bahwa, ‘berilah aku hakim dan jaksa yang
baik, yang dengan undang-undang yang kurang baik sekalipun akan
dapat dihasilkan keputusan yang baik’, maka kaidah itu dapat
1-14 Pengembangan Profesionalitas Guru
dianalogikan dengan pentingnya guru, yakni dengan ungkapan bijak
‘berilah aku guru yang baik, dan dengan kurikulum yang kurang baik
sekali pun aku akan dapat menghasilkan peserta didik yang baik’.
Artinya, bahwa aspek kualitas hakim dan jaksa masih jauh lebih
penting dibandingkan dengan aspek undang-undangnya. Hal yang
sama, aspek guru masih lebih penting dibandingkan aspek kurikulum.
Sama dengan manusia dengan senjatanya, yang terpenting adalah
manusianya, ‘man behind the gun’.
Untuk menggambarkan guru profesional, Supriadi mengutip
laporan dari Jurnal Educational Leadership edisi Maret 1993, bahwa
guru profesional dituntut memiliki lima hal. Pertama, guru mempunyai
komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa
komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswa. Kedua,
guru menguasai secara mendalam bahan/materi pelajaran yang
diajarkannya serta cara mengajarkannya kepada para siswa. Bagi guru
hal ini merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Ketiga, guru
bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai
teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai
tes hasil belajar. Keempat, guru mampu berpikir sistematis tentang apa
yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Kelima, guru
seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam
lingkungan profesinya, misalnya di PGRI dan organisasi profesi
lainnya. Apabila kelima hal tersebut dapat dimiliki oleh guru, maka guru
tersebut dapat disebut sebagai tenaga dan pendidik yang benar-benar
profesional dalam menjalankan tugasnya (Supriadi 2003:14).
D. Standar Pengembangan Karir Guru
Mutu pendidikan amat ditentukan oleh kualitas gurunya.
Mendiknas memberikan penegasan bahwa “guru yang utama”
(Republika 10 Februari 2003). Belajar dapat dilakukan di mana saja,
tetapi guru tidak dapat digantikan sepenuhnya oleh siapa atau alat apa
Pengembangan Profesionalitas Guru 1-15
pun juga. Untuk membangun pendidikan yang bermutu, yang paling
penting bukan membangun gedung sekolah atau sarana dan
prasarananya, melainkan harus dengan upaya peningkatan proses
pengajaran dan pembalajaran yang berkualitas, yakni proses
pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan, dan
mencerdaskan. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh guru yang bermutu.
Sebagai salah satu komponen utama pendidikan, guru harus
memiliki tiga kualifikasi dasar: (1) menguasai materi atau bahan ajar,
(2) antusiasme, dan (3) penuh kasih sayang (loving) dalam mengajar
dan mendidik (Mas’ud 2003:194).
Peningkatan mutu guru merupakan upaya yang amat kompleks,
karena melibatkan banyak komponen. Pekerjaan besar ini mulai dari
proses yang menjadi tugas lembaga pendidikan prajabatan yang
dikenal dengan LPTK. Ternyata, LPTK mengalami kesulitan besar
ketika dihadapkan kepada masalah kualitas calon mahasiswa kelas
dua yang akan dididik menjadi guru. Ketidakmampuan LPTK ternyata
memang di luar tanggung jawabnya, karena masalah rendahnya mutu
calon guru itu lebih disebabkan oleh rendahnya penghargaan terhadap
profesi guru. Pada akhirnya orang mudah menebak, karena pada
akhirnya menyangkut duit atau gaji dan penghargaan. Gaji dan
penghargaan guru belum dapat disejajarkan dengan profesi lain,
karena indikasi adanya mutu profesionalisme guru masih rendah.
Terjadilah lingkaran setan yang sudah diketahui sebab akibatnya.
Banyak orang menganggap bahwa gaji dan penghargaan terhadap
guru menjadi penyebab atau causa prima-nya. Namun, ada orang
yang berpendapat bahwa antara gaji dan dedikasi tidak dapat
dipisahkan. Gaji akan mengikuti dedikasi. Di samping itu, gaji dan
dedikasi terkait erat dengan faktor lain yang bernama kompetensi
profesional. Jadi, selain memang harus dipikirkan dengan sungguhsungguh
upaya untuk meningkatkan gaji dan penghargaan kepada
1-16 Pengembangan Profesionalitas Guru
guru, namun masih ada pekerjaan besar yang harus segera dilakukan,
yakni meningkatkan dedikasi dan kompetensi guru.
Apakah yang dimaksud kompetensi? Istilah kompetensi
memang bukan barang baru. Pada tahun 70-an, terkenal wacana
akademis tentang apa yang disebut sebagai Pendidikan dan Pelatihan
Berbasis Kompetensi atau Competency-based Training and Education
(CBTE). Pada saat itu Direktorat Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis
(Dikgutentis) Dikdasmen pernah mengeluarkan “buku saku berwarna
biru” tentang “sepuluh kompetensi guru”. Dua dekade kemudian,
Direktorat Tenaga Kependidikan (Dit Tendik), nama baru Dikgutentis
telah membentuk satu tim Penyusun Kompetensi Guru yang
beranggotakan para pakar pendidikan yang tergabung dalam
Konsorsium Pendidikan untuk menghasilkan produk kompetensi guru.
Setelah sekitar dua tahun berjalan, tim itu telah dapat menghasilkan
rendahnya kompetensi guru. Sementara itu, para penyelenggra
pendidikan di kabupaten/kota telah menunggu kelahiran kompetensi
guru itu. Bahkan mereka mendambakan adanya satu instrumen atau
alat ukur yang akan mereka gunakan dalam melaksanakan skill audit
dengan tujuan untuk menentukan tingkat kompetensi guru di daerah
masing-masing.
Untuk menjelaskan pengertian tentang kompetensi itulah maka
Gronzi (1997) dan Hager (1995) menjelaskan bahwa “An integrated
view sees competence as a complex combination of knowledge,
attitudes, skill, and values displayed in the context of task
performance”. Secara sederhana dapat diartikan bahwa kompetensi
guru merupakan kombinasi kompleks dari pengetahuan, sikap,
keterampilan, dan nilai-nilai yang ditunjukkan oleh guru dalam konteks
kinerja tugas yang diberikan kepadanya. Sejalan dengan definisi
tersebut, Direktorat Profesi Pendidik Ditjen PMPTK, menjelaskan
bahwa “Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak”.
Pengembangan Profesionalitas Guru 1-17
Berdasarkan pengertian tersebut, standar kompetensi guru
diartikan sebagai ‘satu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan
dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan bagi
seorang guru agar berkelayakan untuk menduduki jabatan fungsional
sesuai bidang tugas, kualifikasi, dan jenjang pendidikan’ (Direktorat
Profesi Pendidik, Diten PMPTK, 2005). Standar kompetensi guru terdiri
atas tiga komponen yang saling mengait, yakni (1) pengelolaan
pembelajaran, (2) pengembangan profesi, dan (3) penguasaan
akademik. Ketiga standar kompetensi tersebut dijiwai oleh sikap dan
kepribadian yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas guru
sebagai tenaga profesi. Ketiga komponen masing-masing terdiri atas
dua kemampuan. Oleh karena itu, ketiga komponen tersebut secara
keseluruhan meliputi 7 (tujuh) kompetensi, yaitu: (1) penyusunan
rencana pembelajaran, (2) pelaksanaan interaksi belajar mengajar, (3)
penilaian prestasi belajar peserta didik, (4) pelaksanaan tindak lanjut
hasil penilaian prestasi belajar peserta didik, (5) pengembangan
profesi, (6) pemahaman wawasan kependidikan, (7) penguasaan
bahan kajian akademik.
Standar kompetensi guru SKS memiliki tujuan dan manfaat
ganda. Standar kompetensi guru bertujuan ‘untuk memperoleh acuan
baku dalam pengukuran kinerja guru untuk mendapatkan jaminan
kualitas proses pembelajaran’ (SKG, Direktorat Tendik 2003:5). Di
samping itu, Standar Kompetensi Guru bermanfaat untuk: (1) menjadi
tolok ukur semua pihak yang berkepentingan di bidang pendidikan
dalam rangka pembinaan, peningkatan kualitas dan penjenjangan karir
guru, (2) meningkatkan kinerja guru dalam bentuk kreativitas, inovasi,
keterampilan, kemandirian, dan tanggung jawab sesuai dengan
jabatan profesinya (Direktorat Profesi Pendidik, PMPTK, 2005).
1-18 Pengembangan Profesionalitas Guru
E. Pengembangan Karir Guru
Pada era sentralisasi pendidikan, pembinaan guru diatur secara
terpusat oleh pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan
Nasional melalui PGPS (Peraturan Gaji Pegawai Sipil) dan ketentuan
lain tentang kenaikan pangkat dengan sistem kredit. Dalam
pelaksanaan di lapangan ketentuan tersebut berjalan dengan berbagai
penyimpangan. PGPS sering diplesetkan menjadi ‘pinter goblok
penghasilan sama’ atau ‘pandai pandir penghasilan sama’.
Pelaksanaan kenaikan pangkat guru dengan sistem kredit pun sama.
Kepala sekolah sering terpaksa menandatangani usul kenaikan
pangkat guru hanya karena faktor ‘kasihan’. Dengan kondisi seperti itu,
ada sebagaian kecil guru yang karena kapasitas pribadinya atau
karena faktor lainnya dapat berubah atau meningkat karirnya menjadi
kepala desa, anggota legeslatif, dan bahkan menjadi tenaga struktural
di dinas pendidikan. Sedang sebagian besar lainnya mengalami nasib
yang tidak menentu, antara lain karena belum ada kejelasan tentang
standar pengembangan karir mereka.
Mengingat kondisi itulah maka pada tahun 1970-an dan 1980-
an telah didirikan beberapa lembaga pendidikan dan pelatihan yang
bernama Balai Penataran Guru (BPG), yang sekarang menjadi
Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) di setiap provinsi, dan
Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) yang sekarang
menjadi Pusat Pengembangan Profesi Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (P4TK) untuk pelbagai mata pelajaran dan bidang
keahlian di beberapa daerah di Indonesia. Pada tahun 1970-an
kegiatan ‘up-grading’ guru mulai gencar dilaksanakan di BPG dan
PPPG. Kegiatan itu pada umumnya dirancang oleh direktorat-direktorat
di bawah pembinaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah sekarang LPMP dan P4TK berada di bawah Ditjen PMPTK.
Region-region penataran telah dibentuk di berbagai kawasan di
Indonesia, dengan melibatkan antara direktorat terkait dengan
Pengembangan Profesionalitas Guru 1-19
lembaga diklat (preservice training) dan lembaga pendidikan tenaga
kependidikan (LPTK) sebagai lembaga preservice training, serta
melibatkan juga peranan lembaga pendidikan sekolah sebagai on the
job training yang dibina langsung oleh Kantor Wilayah Departemen
pendidikan dan Kebudayaan yang ada di regionnya masing-masing.
Salah satu pola pembinaan guru melalui diklat ini adalah
mengikuti pola Pembinaan kegiatan Guru (PKG), yang sistem
penyelenggaraan diklatnya dinilai melibatkan elemen pendidikan yang
lebih luas. Melalui pola PKG ini, para guru dapat diklasifikasikan
sebagai berikut: (1) guru biasa, yakni guru baru atau guru yang belum
pernah mengikuti penataran, atau baru sebatas ditatar di tingkat
kecamatan atau sekolah, (2) guru Inti, guru yang telah ditatar di tingkat
provinsi atau nasional dan memperoleh predikat yang sebagai penatar
di tingkat kabupaten, kecamatan, dan sekolah, (3) instruktur, guru yang
telah mengikuti klegiatan diklat TOT (training of trainer) di tingkat pusat
atau nasional dan memperoleh predikat sebagai penatar di tingkat
provinsi. Sebagian besar instruktur ini juga telah memperoleh
pengalaman dalam mengikuti penataran di luar negeri, (4) pengelola
sanggar, guru instruktur yang diberi tugas untuk mengelola Sanggar
PKG, yakni tempat bertemunya para guru berdiskusi atau mengikuti
penataran tingkat kabupaten atau sekolah, (5) kepala sekolah, yakni
instruktur yang telah diangkat untuk menduduki jabatan sebagai kepala
sekolah, (6) Pengawas sekolah, satu jenjang fungsional bagi guru
yang telah menjabat sebagai kepala sekolah. Selain itu, para guru
memiliki wadah pembinaan profesional melalui orgabnisasi yang
dikenal dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), sementara
para kepala sekolah aktif dalam kegiatan Latihan Kerja Kepala
Sekolah (LKKS), dan Latihan Kerja Pengawas Sekolah (LKPS) untuk
pengawas sekolah. Kegiatan-kegiatan tersebut sebagaian besar
dilaksanakan di satu sanggar yang disebut sanggar PKG.
1-20 Pengembangan Profesionalitas Guru
F. PENUTUP
Peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru, oleh
Depdiknas sekarang dikelola oleh Direktorat Jenderal Peningkatan
Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Berbagai program
peningkatan kompetensi dan profesionalisme tersebut dilaksanakan
dengan melibatkan P4TK (PPPG), LPMP, Dinas Pendidikan, dan LPTK
sebagai mitra kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Chamidi, Safrudin Ismi. 2004. “Peningkatan Mutu Pendidikan melalui
Manajemen Berbasis Sekolah”, dalam Isu-isu Pendidikan di
Indonesia: Lima Isu Pendidikan Triwulan Kedua. Pusat Data
dan Informasi Pendidikan, Balitbang Depdiknas.
Direktorat Ketenagaan. 2006. Rambu-rambu Penyelenggaraan
Pendidikan Profesional Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat
Ketenagaan Dirjen Dikti
Dirjen Dikti Dir PPTK Depdiknas. 2002. Standar Kompetensi Guru Kelas
SD-MI Program D-II PGSD. Jakarta: Depdiknas.
Gunawan, Ary H,1995. Kebijakan-Kebijakan Pendidikan, Jakarta:
Rineka Cipta.
Hamijoyo, Santoso S. 2002. “Status dan Peran Guru, Akibatnya pada
Mutu Pendidikan”, dalam Syarif Ikhwanudin dan Dodo Murtadhlo.
2002. Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia Baru. Jakarta:
Grasindo.
Indra Djati Sidi. 2002. Menuju Masyarakat Pembelajar: Menggagas
Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta:Paramadina dan Logos
Wacana Ilmu.
Rich, John Martin. 1992. Inovation in Education: Reformers and Their
Critics. New York: Cross Cultural Approach.
Rogers, Everett M. 1995. Diffusion of Innovation. New York: The Free
Press.
Rokhman, Fathur dkk. 2005. Studi Kebijakan Pengelolaan Guru Di Era
Otonomi Daerah dalam Rangka Peningkatan mutu pendidikan.
Penelitian Balitbang dan Lemlit UNNES.
Suparno, Paul. 2004. Guru Demokratis di Era Reformasi Pendidikan.
Jakarta: Grasindo.
Suryadi, Ace dan Dasim Budimansyah. 2004. Pendidikan Nasional
Menuju Masyarakat Masa Depan. Jakarta: Genesindo.
Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Undang-undan No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf
Publishing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri komentar dengan santun dalam penyampaian sopan dalam bahasa motto kami dari anda, terimakasih atas komentar dan kunjungannya

PENDIDIKAN BERBASIS ICT

Post Populer

Label

BBM LANJUTAN (5) BAHAN BELAJAR MANDIRI (4) case study (4) BBM TIK | ICT (3) PERMENDIKNAS (3) BANNER (2) ICT (2) JARDIKNAS ONLINE (2) KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (2) PENGEMBANGAN DIRI (2) info beasiswa mahasiswa (2) instant global trafik (2) "Tetapkan Tujuan Hidup" (1) 10 Bisnis Penghasil Milyarder Tercepat (1) 2 (1) 7 Tips Memikat Lelaki (1) 7 Tips Memikat Wanita (1) 7 kesalahan fatal affiliate pemula (1) APRESIASI PUISI (1) ASI makanan terbaik bagi bayi (1) BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN NASIONAL (1) BANK SOAL UASBN SD (1) BBM-program belajar BERMUTU (1) BBM|KOMPUTER+LAPTOP (1) BUKU - PENDIDIKAN SDN KASTURI II (1) BUKU AJAR PEMAHAMAN INDIVIDU (1) Bahan Belajar Mandiri (BBM) (1) Bahan Belajar Mandiri (BBM) Lesson study (1) CONTOH PENGEMBANGAN DIRI (1) CONTOH PERHITUNGAN PAJAK (1) DOWNLOAD - PENDIDIKAN SDN KASTURI II (1) DOWNLOAD 31_jurus_menyempurnakan_PC.zip (1) Deskripsi Nilai (1) Download Software Gratis (1) FREE DOWNLOAD PTK BHS INDONESIA (1) Gambar Binatang Lucu (1) HAKIKAT STRATEGI PEMBELAJARAN (1) HUMAN ANATOMI (1) HopAd Builder clickbank (1) ICT LANJUTAN 2 (1) ICT LANJUTAN 3 (1) IDE PRODUK Yang Bisa DIJUAL TANPA Modal BESAR (1) IDENTIFIKASI MASYALAH (PTK) (1) ILMU PENDIDIKAN TEORITIS DAN PRAKTIS (1) Ilmu Komputer + Gaya Pendidikan (1) KEGIATAN EKSTRAKURIKULER (1) KODE ETIK GURU INDONESIA (1) Keterampilan Memfasilitasi (1) Konsep Jurnal belajar (1) LANDASAN TEORITIS Pengertian Metode (1) LATIHAN UAS/UASBN SD (1) LEARN MORE LEARN LESS (1) LPMP dan SPMP (1) MAKALAH (1) MERAJUT ASA MERAIH MIMPI (1) Mendulang uang lewat internet (1) OLAH RAGA 7 INDONESIA: GOLF (1) PANDUAN PENYUSUNAN SILABUS (1) PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN (1) PELAYANAN KONSELING (1) PENDIDIKAN INDONESIA (1) PENDIDIKAN LANJUTAN (1) PENDIDIKAN LANJUTAN 2 (1) PENGEMBANGAN PORTAL GURU PINTAR (1) PENGEMBANGAN PROFESIONALITAS GURU (1) PIGP (1) PRO KONTRA ANNE AHIRA (1) PROPOSAL PTK | FREE DOWNLOAD (1) PTK (1) PTK IPA (1) PTK MATEMATIKA (1) Pemahaman Pembelajaran Ber-Karakter (1) Program Induksi Guru Pemula (1) RPP SILABUS (1) RPP dan Silabus SD (1) SMU - PENDIDIKAN SDN KASTURI II (1) STANDAR KOMPETENSI GURU TIK SMK (1) STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (1) STRATEGI PEMBELAJARAN (1) Sikat Virus Recycle (1) Syllabus (1) TIK | ICT (1) Teknologi Informasi dan Komunikasi bag 2 (1) Waspadai Pergaulan Bebas di Kalangan Remaja (1) anne ahira (1) bank soal (1) banner berjalan (1) banner best grades (1) bannerque (1) best grades (1) biz.bisnis (1) buku elektronik (1) buku elektronik smp (1) buku elektronik smu (1) contoh study kasus PTK (1) cotoh study kasus (1) detective dominator (1) ecoBALL (1) game matematika (1) gaming computer (1) golf (1) identifikasi asyalah (1) kajian kritis_bahasa indonesia (1) kegiatan TOT (1) kisi kisi ulangan harian (1) kompetensi Guru Pasca sertifikasi (1) ktsp silabus RPP all School (1) lesson study (1) meraih impian via motivasi (1) modul_kebahasaan (1) modul_kesusastraan (1) modul_media_ pembelajaran (1) modul_metologi pembelajaran (1) modul_pembelajaran berbicara (1) modul_pembelajaran membaca (1) modul_pembelajaran menulis (1) modul_pembelajarn mendengarkan (1) modul_penilaian (1) motivasi diri (1) panduan silabus+RPP (1) pendidikan sd (1) pippa middleton (1) portopolio induksi (1) potret pendidikan (1) program LPMP JAWA BARAT (1) silabus dan RPP (1) silabus/RPP SD/MI (1) soal olimpiade (1) succespul+home+garden (1)

Tukar daftar link