PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS SISWA KELAS V SD MELALUI PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS
MULTIPLE INTELEGENCES
1. Latar Belakang Masalah
Kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka, dan demokratis. Oleh karena itu, pembaruan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional (Nurhadi dkk., 2004:1). Dalam konteks pembaruan pendidikan, ada tiga isu utama yang perlu disoroti, yaitu pembaruan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran, dan efektivitas metode pembelajaran. Kualitas pembelajaran harus ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Secara mikro, harus ditemukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang efektif di kelas yang lebih dapat memberdayakan potensi siswa. Ketiga hal itulah yang saat ini menjadi fokus pembaruan pendidikan di Indonesia. Berkenaan dengan penerapan atau pemilihan strategi pembelajaran, sebagai seorang guru, pertanyaan-pertanyaan berikut ini kiranya menarik untuk disimak (1) apakah Anda mengenal dengan baik siswa Anda? (2) Apakah di kelas Anda ada siswa yang bisa menciptakan seni visual yang indah? (3) Adakah yang mahir di bidang olahraga? (4) Adakah yang mampu memainkan alat musik yang dapat menyentuh perasaan? (5) Apakah Anda tergetar dengan ketelitian matematis siswa Anda? (6) Adakah di kelas Anda siswa yang paling cerdas dan siswa yang sangat tidak cerdas? (7) Adakah siswa Anda yang suka membaca cerita, menulis puisi, dan mengembangkan bakat mereka dalam menulis? Pertanyaan-pertanyaan tersebut memang sulit untuk terjawab karena setiap siswa memiliki keunikan, dan kecerdasan mereka berkembang dalam bentuk yang berbeda-beda. Setiap siswa memang unik dan secara individual menawarkan kontribusi yang berharga bagi kebudayaan manusia (Campbell, Campbell, dan Dickinson, 2006:1). Sebagai seorang guru, kita diharapkan memiliki pengetahuan yang memadai tentang siswa di kelas kita. Dengan demikian, tugas seorang gurulah mengarahkan siswa ke arah perkembangan yang optimal.
Gardner (1983) sebagai pencetus Theory of Multiple Intelegence menyatakan bahwa kecerdasan adalah bahasa-bahasa yang dibicarakan oleh semua orang dan sebagian dipengaruhi oleh kebudayaan tempat seseorang dilahirkan. Kecerdasan merupakan alat untuk belajar, menyelesaikan masalah, dan menciptakan semua hal yang bisa digunakan manusia. Gardner (dalam Campbell, Campbell, dan Dickinson, 2006:2-3) mendeskripsikan tujuh kecerdasan manusia, yaitu: (1) kecerdasan linguistik (linguistic intelegence), (2) kecerdasan logika-matematika (logical-mathematical intelegence), (3) kecerdasan spasial (spatial intelegence), (4) kecerdasan kinestetik-tubuh (bodly-kinesthetic intelegence), (5) kecerdasan musik (musical intelegence), (6) kecerdasan interpersonal (interpersonal intelegence), dan (7) kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelegence).
Pemahaman seorang guru terhadap ketujuh jenis kecerdasan ini sangatlah penting. Dengan pemahaman ini guru memiliki pengetahuan yang memadai tentang karakteristik siswanya. Lebih lanjut tentunya guru akan dapat memperlakukan siswanya sebagaimana seharusnya. Guru akan dapat lebih mengarahkan setiap siswa sesuai dengan bakat kecerdasan yang dimilikinya. Seorang siswa yang lemah dalam bidang matematika umpamanya, tidak akan selalu berarti bahwa siswa yang bersangkutan juga lemah dalam bidang-bidang yang lain. Di sinilah pentingnya seorang guru mengenal setiap siswanya dengan baik sehingga dapat memberikan layanan pendidikan secara optimal.
Pengalaman Bruce Campbell berikut ini dapat dijadikan teladan oleh para guru dalam pembelajaran. Bruce Campbell telah menerapkan teori Gardner pada Sekolah Dasar tingkat III/IV/V, dan kelas berbagai usia selama enam tahun. Model pembelajaran ini melibatkan tujuh pusat pembelajaran, masing-masing melibatkan salah satu kecerdasan. Para siswa menghabiskan sekitar dua pertiga hari sekolah mereka. Di pagi hari dimulai dengan ceramah singkat dan diskusi tentang tema kelas yang baru. Para siswa dibagi menjadi tujuh kelompok untuk memulai kegiatan mereka, dengan menghabiskan sekitar 25 menit untuk setiap bidang kegiatannya. Hari yang ketiga yang terakhir, mereka mengerjakan proyek mandiri atas pilihan mereka dan membagi pekerjaan mereka dengan teman sekelas.
Sekali lagi, penerapan ide-ide Gardner terhadap siswa-siswa Bruce tidak hanya menghasilkan skor tes yang lebih tinggi, tetapi juga peningkatan area yang lain di dalam kehidupan anak-anak. Selama setahun, Bruce melaksanakan proyek penelitian (Action Research Project) dan bebagai upaya model kurikuler ini telah didokumentasikan: para siswa menemukan area kekuatan mereka yang berbeda dan dapat menerapkan bermacam kecerdasan dalam kegiatan kelas. Permasalahan perilaku menjadi berkurang, konsep diri menjadi meningkat, keterampilan bekerja sama dan kepemimpinan menjadi berkembang, dan yang terpenting kecintaan anak-anak untuk belajar menjadi bertambah.
Pengalaman Bruce tersebut akan diupayakan diterapkan dalam penelitian ini dalam bentuk action research berkolaborasi dengan guru kelas V SDN 35 Kota Banda Aceh, tempat penelitian ini akan dilaksanakan. Jenis multiple intelegence yang akan diterapkan adalah kecerdasan linguistik dalam bentuk verbal-linguistik. Penerapan strategi pembelajaran multiple intelegence yang berkenaan dengan linguistic intelegence ini diharapkan dapat meningkatkan hasil pembelajaran bahasa Indonesia aspek keterampilan menulis pada siswa kelas V SDN 35 Kota Banda Aceh. Selain itu, dari hasil penelitian ini diharapkan juga dapat terdata siswa-siswa yang memiliki bakat kecerdasan linguistik yang selanjutnya dapat dibina dan diarahkan agar siswa yang bersangkutan dapat mengembangkan bakatnya atau kecerdasannya secara maksimal. Dengan demikian, pembelajaran yang berlangsung setiap hari di kelas bukanlah sebuah rutinitas, melainkan sebuah tempat yang memberikan makna tersendiri bagi masa depan peserta didik.
Dalam konteks tersebut, peran guru tidak dapat diabaikan. Mampukah seorang guru melihat dan mencermati hal-hal yang demikian? Diyakini semua guru memiliki kemampuan itu dengan catatan: mengajar bukanlah penyelesaian sebuah tugas. Dalam kata mengajar mestinya terkandung makna pembelajaran dan juga pendidikan. Artinya, tugas guru adalah melaksanakan pembelajaran sekaligus melakukan kegiatan mendidik.
Sehubungan dengan profesi guru, menarik untuk disimak pernyataan (Djoyonegoro dalam Mulyasa, 2006: 3) bahwa hanya 43% guru pada berbagai jenjang pendidikan yang memenuhi kualifikasi sebagai guru yang profesional. Artinya, sebagian besar guru (57%) tidak atau belum memenuhi syarat, tidak kompeten, dan tidak profesional. Menyikapi pernyataan tersebut tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa pendidikan kita masih jauh dari harapan dan kebutuhan. Padahal dalam kapasitasnya yang sangat luas, pendidikan memiliki peran dan berpengaruh positif terhadap segala bidang kehidupan dan perkembangan manusia dengan berbagai aspek kepribadiannya.
Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai upaya sebagai kebijakan dalam peningkatan kualitas pendidikan. Kebijakan dalam peningkatan kualitas pendidikan dimulai dari peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Dasar. Dalam upaya pembinaan dan pengembangan pendidikan di Sekolah Dasar, pemerintah telah mengembangkan suatu sistem pembinaan yang dikenal sebagai Sistem Pembinaan Profesional (SPP). Sistem ini dilaksanakan dengan pendekatan gugus sekolah sehingga beberapa sekolah yang lokasinya berdekatan dikelompokkan dalam satu gugus (3 sampai dengan 8 sekolah). Satu sekolah ditunjuk sebagai sekolah inti dan yang lainnya merupakan sekolah imbas. Pembinaan mutu pendidikan tersebut dilaksanakan dengan menggunakan prinsip whole school development, yang memandang sekolah sebagai suatu keutuhan. Pembinaan dan pengembangan ditekankan pada semua aspek dan komponen yang menentukan mutu pendidikan di sekolah.
Salah satu komponen yang sangat menentukan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah komponen guru dengan segala kinerjanya. Guru memegang peranan penting dalam suatu proses pembelajaran termasuk dalam perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum (Syaodih dalam Mulyasa, 2006). Proses pembelajaran sebagai suatu aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa berkaitan langsung dengan aktivitas guru. Sebagai suatu sistem kegiatan, proses pembelajaran melibatkan guru mulai dari pemilihan dan pengurutan materi pembelajaran, penerapan dan penggunaan metode pembelajaran, penyampaian materi pembelajaran, pembimbingan belajar, sampai pada kegiatan pengevaluasian hasil belajar. Berkaitan dengan peran tersebut, suatu proses pembelajaran akan berlangsung secara baik jika dilaksanakan oleh guru yang memiliki kualitas kompetensi akademik dan profesional yang memadai. Oleh karena itu, peningkatan mutu pendidikan diupayakan melalui peningkatan mutu guru. Selengkap apa pun prasarana dan sarana pendidikan, tanpa didukung oleh mutu guru yang memadai, prasarana dan sarana tersebut tidak memiliki arti yang signifikan terhadap peningkatan mutu pendidikan di suatu sekolah.
Terdapat berbagai macam alternatif strategi pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru dalam pembelajaran untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Strategi-strategi yang dimaksud antara lain: aktive learning, cooperative learning, problem solving, direct instruction, small group work, problem based instruction, discovery, dan yang dapat dipandang sebagai salah satu strategi pembelajaran mutakhir adalah strategi pembelajaran yang ditawarkan oleh Gardner, yaitu multiple intelegence. Strategi pembelajaran yang disebut terakhir inilah yang akan diterapkan dalam penelitian ini khususnya untuk meningkatkan kemampuan berbahasa, aspek menulis, pada siswa Sekolah Dasar.
2. Rumusan Masalah
Masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1) Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia aspek keterampilan menulis yang diterapkan oleh guru kelas V SD Negeri 35 Kota Banda Aceh?
2) Bagaimanakah gambaran awal kemampuan menulis siswa kelas V SD Negeri 35 Kota Banda Aceh?
3) Bagaimanakah proses pembelajaran menulis dengan penerapan strategi multiple Intelegence: linguistic intelegence pada siswa kelas V SD Negeri 35 Kota Banda Aceh?
4) Bagaimanakah hasil pembelajaran menulis dengan penerapan strategi multiple intelegence: linguistic intelegence pada siswa kelas V SD Negeri 35 Kota Banda Aceh?
5) Berapa persenkah siswa kelas V SD Negeri 35 Kota Banda Aceh yang memiliki bakat linguistic intelegence?
3. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia aspek keterampilan menulis yang diterapkan oleh guru kelas V SD Negeri 35 Kota Banda Aceh.
2) Mendeskripsikan gambaran awal kemampuan menulis siswa kelas V SD Negeri 35 Kota Banda Aceh.
3) Menerapkan strategi multiple Intelegence: linguistic intelegence dalam pembelajaran menulis pada siswa kelas V SD Negeri 35 Kota Banda Aceh.
4) Mendeskripsikan hasil pembelajaran menulis dengan penerapan strategi multiple intelegence: linguistic intelegence pada siswa kelas V SD Negeri 35 Kota Banda Aceh.
5) Mendapatkan data jumlah siswa kelas V SD Negeri 35 Kota Banda Aceh yang memiliki bakat linguistic intelegence.
4. TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Konsep Multiple Intelegences
Multiple intelegences mengacu pada sebuah teori kecerdasan yang dikembangkan pertengahan tahun 1980-an oleh Howard Gardner, seorang profesor dalam bidang pendidikan di Universitas Harvard. Setiap orang memiliki kesemua kecerdasan ini dengan proposi yang berbeda-beda.
Gardner pada awalnya menemukan tujuh macam kecerdasan.
1) bahasa
2) logika/matematika
3) musik/irama
4) visual/ruang
5) fisik/gerak
6) hubungan antarmanusia
7) hubungan dengan diri sendiri
Guru yang menggunakan teori multiple intellegences akan berusaha keras untuk menyajikan pelajaran dengan berbagai macam cara, seperti menggunakan bahasa, angka-angka, objek fisik yang ada di sekeliling, bunyi, badan dan juga keterampilan sosial.
1. Tujuh Kecedasan Manusia menurut Multiple Intellegences
1) Kecerdasan Bahasa (Verbal/Linguistic Intelegence)
Kemampuan untuk menggunakan kata-kata atau bahasa. Pembelajar seperti ini memiliki kemampuan mendengarkan (auditory) yang sudah berkembang dengan baik dan biasanya merupakan pembicara yang baik. Mereka berpikir dengan kata-kata dan bukan dengan gambar.
Keterampilan mereka termasuk: menyimak, berbicara, menulis, bercerita, menjelaskan, mengajar, menggunakan humor, memahami struktur kalimat dan makna kata, mengigat informasi, meyakinkan seseorang tentang sudut pandang mereka, menganalisa bahasa dari segi penggunaannya.
Pilihan karir yang memungkinkan: pujanga, wartawan, penulis, guru, ahli hukum, politikus, dan penerjemah.
2) Kecerdasan Logika/Matematika (Logical/mathematical Intelegence)
Kemampuan untuk menggunakan alasan, logika, dan angka-angka. Pembelajar tipe ini berpikir secara konseptual dalam pola logika dan angka-angka, membuat kaitan antara potongan-potongan informasi. Selalu ingin tahu tentang dunia di sekeliling mereka, pembelajar seperti ini banyak bertanya dan senang melakukan eksperimen.
Keterampilan mereka adalah: memecahkan masalah, mengklasifikasikan sesuatu dan mengelompokkan informasi, bekerja dengan konsep abstrak untuk mengetahui hubungan yang ada antara satu dengan lainnya, behubungan dengan serangkaian alasan untuk membuat analisa yang logis, melakukan eksperimen terkontrol, mempertanyakan kejadian-kejadian alam, mengerjakan perhitungan matematika yang rumit, serta bekerja dengan bentuk-bentuk geometris. Kemungkinan pilihan karir: ilmuan, insinyur, pembuat program komputer, peneliti, akuntan, dan geometris.
3) Kecerdasan Musik/ Irama (Musical/ Rhythmic Intelligence)
Kemampuan untuk memainkan, mengapresiasi, dan menghasilkan. Pembelajar yang memiliki kecenderungan musik ini berpikir dalam bunyi-bunyi, irama, dan pola-pola. Mereka dengan segera merespon musik, apakah mengapresiasi atau mengkritik apa yang mereka dengar. Banyak di antara pembelajar tipe ini sensitif terhadap bunyi-bunyi di lingkungan sekitarnya (misalkan bunyi jangkrik, bel, atau air menetes dari kran. Kemampuan mereka termasuk: bernyanyi, bersiul, bermain alat musik, mengenali pola nada, membuat komposisi musik, mengingat melodi, memahami struktur, dan ritme musik. Jalur karir yang mungkin: musisi, disc jockey, penyanyi, kompesor.
4) Kecerdasan Visual/Ruang (Visual/Spatial Intelligence)
Untuk memperhatikan apa yang terlihat, pembelajar seperti ini cenderung berpikir dalam gambar dan menciptakan bayangan yang jelas untuk menyimpan informasi. Mereka suka melihat peta, bagan, gambar, video, dan film.
Keterampilan mereka adalah: mengaitkan potongan-potongan gambar, membaca, menulis, memahami tabel dan grafik, menentukan arah, membuat sketsa, melukis, menciptakan metafora visual, dan analogi (mungkin dengan tampilan gambar), memanipulasi bayangan, memperbaiki sesuatu, merancang barang yang praktis, dan menafsirkan gambar. Pilihan karir yang memungkinkan: navigator, pemahat, seniman(visual), penemu, arsitek, desainer interior, mekanik, insinyur.
5) Kecerdasan Fisik/Gerak (Bodily/Kinesthetic Intelligence)
Kemampuan untuk mengatur gerak tubuh dan menangani benda-benda dengan ahli. Pembelajar seperti ini mengekspresikan dirinya melalui gerakan. Mereka memiliki kemampuan alami dalam hal keseimbangan serta koordinasi mata dan tangan (misalkan, menyeimbangkan palang-palang). Dengan berinteraksi dengan ruang di sekitar mereka dan melakukan sesuatu kegiatan, mereka mampu mengingat dan memproses informasi.
Keterampilan mereka termasuk: menari, koordinasi fisik, olahraga, eksperimen praktis, menggunakan bahasa tubuh, kerajinan tangan, akting, berpantonim, menggunakan tangan untuk menciptakan emosi ke seluruh tubuh. Pilihan karir yang memungkinkan: Atlet, guru olahraga, penari, pemain film, petugas pemadam kebakaran, pekerja seni.
6) Kecerdasan Hubungan Antarmanusia (Interpersonal Intelligence)
Pembelajar seperti ini berusaha untuk melihat segala sesuatunya dari sudut pandang orang lain agar ia bisa memahami bagaimana mereka berpikir dan merasakan. Mereka terkadang memiliki kemampuan yang sulit untuk dijelaskan misalkan kemampuan untuk merasakan perasaan, maksud, dan motivasi. Mereka merupakan seorang yang mampu mengorganisir dengan baik, meskipun terkadang mereka menggunakan manipulasi. Pada umumnya mereka berusaha untuk mempertahankan kedamaian dalam setting kelompok dan mendorong pertanian. Mereka menggunakan bahasa baik verbal (misalkan berbicara) maupun nonverbal (misalkan kontak mata, bahasa tubuh) untuk membuka kesempatan komunikasi dengan baik.
Keterampilan mereka adalah: melihat segala sesuatu dari perspektif lain, menyimak, menggunakan empati, memahami perasaan orang lain, memberikan bimbingan, bekerja sama dengan kelompok, memperhatikan perasaan orang-orang, motivasi dan maksud, berkomunikasi baik secara verbal maupun nonverbal, membangun kepercayaan, mengatasi konflik secara damai, mengembangkan hubungan positif dengan orang lain. Pilihan karir yang memungkinkan: penasehat, penjual, politikus, pebisnis.
7) Kecerdasan Hubungan Antarmanusia (Interpersonal Intelligence)
Kemampuan untuk melakukan refleksi atas diri sendiri dan menyadari keadaan dalam diri sendiri. Pembelajar seperti ini berusaha untuk memahami perasaan dalam diri mereka dan dalam hubungan dengan lainnya, dan kekuatannya dan kelemahannya.
Keterampilan mereka adalah: mengenali kekuatan dan kelemahan diri mereka sendiri, merefleksikan dan menganalisa diri mereka sendiri, kesadaran atas perasaan dalam mereka, mengevaluasi pola pikir, memberikan penjelasan bagi diri mereka sendiri serta memahami peran mereka dalam kaitannya dengan orang lain. Pilihan karir yang memungkinkan: peneliti, penemu teori, filsuf.
4.2 Sifat-sifat Intelegensi Verbal Linguistik
Di awal sejarah Negara (Amerika Serikat), di sekolah-sekolah Massachusetts Bay Colony, membaca dan menulis meliputi dua pertiga kurikulum. Dewasa ini kurikulum telah berkembang pesat. Akan tetapi, membaca dan menulis, sejalan dengan menyimak dan berbicara, tetap merupakan alat yang esensial dalam mempelajari semua pelajaran.
Hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh para pelopor pendidikan: Lev Vygotsky, Susanne Langer, James Brimon, dan James Moffet (dalam Campbell, Campbell, dan Dickinson, 2006:12) terdata karakteristik-karakteristik kecerdasan verbal linguistik sebagai berikut.
1) Mendengar dan merespon setiap suara, ritme, warna, dan berbagai ungkapan kata.
2) Menirukan suara, bahasa, membaca, dan menulis dari orang lain.
3) Belajar melalui menyimak, membaca, menulis, dan diskusi.
4) Menyimak secara efektif, memahami, menguraikan, menafsirkan, dan mengingat apa yang diucapkan.
5) Membaca secara efektif, memahami, meringkas, menafsirkan atau menerangkan, dan mengingat apa yang telah dibaca.
6) Berbicara secara efektif kepada berbagai pendengar, berbagai tujuan, dan mengetahui cara berbicara secara sederhana, fasih, persuasif, atau bergairah pada waktu-waktu yang tepat.
7) Menulis secara efektif, memahami, dan menerapkan aturan-aturan tata bahasa, ejaan tanda baca, dan menggunakan kosakata yang efektif.
8) Memperlihatkan kemampuan untuk mempelajari bahasa lainnya.
9) Menggunakan keterampilan menyimak, berbicara, menulis, dan membaca untuk mengingat, berkomunikasi, berdiskusi, menjelaskan, mempengaruhi, mencipta- kan pengetahuan, menyusun makna, dan menggambarkan bahasa itu sendiri.
10) Berusaha untuk mengingatkan pemakaian bahasanya sendiri.
11) Menunjukkan minat dalam jurnalisme, puisi, bercerita, debat, berbicara, menulis atau menyunting.
12) Menciptakan bentuk-bentuk bahasa baru atau karya tulis orisinil atau komunikasi oral.
4.3 Peningkatan Keterampilan Menulis Melalui Strategi Multiple Intelegence
Keterampilan menulis pada dasarnya tidak terlepas dari tiga keterampilan berbahasa lainnya, yaitu menyimak, berbicara, dan membaca (Edelsky, 1991; Froese, 1990; Goodman, 1986; Weafer, 1992, dalam Santosa, 2004). Menulis didorong oleh kegiatan berbicara, membaca, dan menyimak. Menulis membawa ide-ide dari seseorang dengan tujuan dan makna yang berbeda. Siswa melalui bermacam kegiatan menulis, dapat mengembangkan perasaan audiens dan merasakan kegiatan menulis sebagai tindakan yang relevan yang terjadi di antara diri sendiri, orang lain, dan masyarakat.
Britton (1970) menyarankan para guru tentang pembelajaran menulis sebagai berikut.
1) Menulis secara mekanis
2) Menulis untuk informasi
3) Menulis untuk keperluan personal
4) Menulis untuk pengembangan imajinasi
Keempat model pembelajaran menulis sebagaimana disebutkan tersebut memberi peranan besar untuk melatih dan mengembangkan kecerdasan verbal-linguistik.Di samping itu, untuk meningkatkan kecerdasan verbal-linguistik dalam mengungkapkan gagasan secara tertulis, terdapat tiga model lain yang juga disarankan untuk diterapkan oleh para guru dalam pembelajaran bahasa aspek keterampilan menulis di kelas, yaitu:
1) Menuliskan dengan memanfaatkan musik/lagu.
2) Menulis berdasarkan potret lingkungan.
3) Menulis berdasarkan cerita rakyat yang didengar.
5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kontribusi sebagai berikut.
1) Bagi guru, penelitian ini diharapkan memiliki kontribusi sebagai salah satu alternatif pemilihan model atau strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar di kelas. Di samping itu, penelitian ini juga diharapkan dapat terdata siswa-siswa yang memiliki bakat kecerdasan linguistik yang selanjutnya dapat dibina dan diarahkan agar siswa yang bersangkutan dapat mengembangkan bakatnya atau kecerdasannya secara maksimal.
2) Bagi siswa, peningkatan keterampilan menulis melalui penerapan strategi pembelajaran multiple intelegences diharapkan dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih mengembangkan kecerdasannya. Di samping itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menciptakan konsep kerja sama dan menumbuhkan kecintaan siswa untuk belajar.
3) Bagi LPTK, sebagai lembaga yang mendidik calon guru, baik calon guru Sekolah Dasar maupun calon guru sekolah menengah atau sekolah lanjutan, hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu alternatif model pembelajaran dalam pembekalan mahasiswa yang memprogramkan Matakuliah Pengajaran Mikro karena model pembelajaran multiple intelegences merupakan salah satu model pembelajaran yang sangat efektif untuk diterapkan di sekolah. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi salah satu referensi Matakuliah Strategi Belajar-Mengajar.
6. Metode Penelitian
1) Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dapat digolongkan sebagai penelitian tindakan kelas (action research). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Classroom Action Research (CAR), yaitu sebuah penelitian yang dilakukan di kelas. Kelas, dalam hal ini tidak terikat pada ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik. Kelas adalah sekelompok peserta didik yang sedang belajar.
PTK dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kela s. PTK berfokus pada kelas atau pada proses belajar-mengajar yang terjadi di kelas, dan bukan pada input kelas (silabus, materi, dll.) ataupun output (hasil belajar). PTK harus tertuju atau mengenai hal-hal yang terjadi di dalam kelas (Depdiknas Dirjen PMPTK, 2007). Hasil penelitian tidak dimaksudkan untuk digeneralisasikan. Oleh karena itu, penelitian ini tergolong sebagai penelitian kualitatif. Secara kualitatif dapat dijelaskan bahwa penelitian ini (1) dilakukan pada setting alamiah, yaitu lingkungan kelas, (2) data penelitian lebih bersifat deskriptif dan data yang akan terkumpul berbentuk kata-kata sehingga tidak menekankan pada angka, (3) lebih mengarah pada proses daripada hasil, (4) analisis data dilakukan secara induktif, (5) peneliti merupakan instrumen kunci, dan (6) lebih menekankan pada makna (Sugiyono, 2005:10)
2) Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SD Negeri 35 Kota Banda Aceh. Pemilihan SD Negeri 35 sebagai tempat penelitian ini didasarkan atas pertimbangan bahwa SDN 35 merupakan salah satu SD inti. SD inti merupakan merupakan SD yang sudah mendapat pengakuan dari Depdiknas setempat sebagai SD yang dinilai baik dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, memiliki guru-guru yang berkompeten, administrasi yang teratur, dan fasilitas belajar-mengajar yang lengkap. Sekolah inti juga merupakan sekolah percontohan atau sekolah imbas bagi sekolah-sekolah lainnya.
3) Data dan Sumber Data
Data penelitian ini adalah berupa perangkat pelaksanaan pembelajaran, konteks pembelajaran yang melibatkan guru dan siswa, fenomena kelas yang teramati dalam konteks pembelajaran, model-model pembelajaran menulis dengan strategi pembelajaran berbasis multiple intelegences yang diterapkan, dan hasil pembelajaran menulis baik sebelum penerapan strategi pembelajaran berbasis multiples intelegences maupun setelah penerapan model pembelajaran kooperatif.
Mengingat penelitian ini dilakukan secara kolaboratif, sumber data penelitian ini adalah peneliti, guru, dan siswa kelas V SDN 35 Kota Banda Aceh dalam konteks pembelajaran bahasa Indonesia di kelas. Di sisi lain, peneliti juga merupakan instrumen kunci (key instrument) dalam penelitian ini.
4) Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian ini direncanakan dilaksanakan dalam tiga siklus.
Secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui pada setiap siklus, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Kegiatan pengumpulan data pada setiap siklus dapat digambarkan sebagai berikut.
(1) Siklus I
a) Perencanaan
- Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) secara kolaboratif antara peneliti dan guru kelas V SDN 35 Kota Banda Aceh
- Penyusunan instrumen tes awal
- Penyiapan media pembelajaran, LKS, dan instrumen pendukung lainnya
untuk penerapan pembelajaran menulis dengan menggunakan musik/lagu
sebagai media rangsangan untuk menulis.
· Kegiatan pembelajaran pada siklus ini meliputi: mendengarkan musik/lagu
melalui tape recorder kemudian siswa diminta mendata kosakata pada setiap
bait lagu untuk dibuat sinonim kata, antonim kata, dan menuliskan bagian lirik yang paling berkesan dalam lagu yang diperdengarkan.
b) Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan dapat dikatakan tidak dapat dipisahkan dengan tahap
pengamatan. Oleh karena itu, tahap pelaksanaan dan tahap pengamatan dilaku-
kan secara bersamaan. Kegiatan penelitian pada tahap ini adalah sebagai
berikut.
· Melaksanakan tes awal dalam bentuk memperlihatkan sebuah gambar sebagai stimulus dan meminta setiap siswa menulis berdasarkan gambar yang diperlihatkan tersebut. Tes ini lebih dimaksudkan sebagai upaya pengenalan kemampuan siswa dalam menulis.
· Memperdengarkan lagu melalui tape recorder kemudian meminta setiap siswa menuliskan kosakata-kosakata yang mereka ingat dari setiap bait lagu. Langkah berikutnya adalah menuliskan sinonim kata dan antonim kata dari lagu setiap kosakata yang mereka data melalui lagu.
· Setelah kegiatan menulis sinonim dan antonim kata selesai, kegiatan berikutnya adalah meminta setiap siswa menuliskan bagian dari bait lagu yang memberikan kesan mendalam baginya disertai dengan alasan-alasan yang logis.
· Setiap data dalam proses kegiatan ini dicatat secara cermat dan didokumentasikan secara khusus sebagai bagian dari kegiatan pengamatan.
c) Refleksi
Refleksi dalam konteks PTK tidak lain adalah evaluasi. Setelah kegiatan pelaksanaan Jadi, satu siklus adalah dari tahap penyusunan rancangan sampai dengan refleksi, yang tidak lain adalah evaluasi. Setelah kegiatan pelaksanaan dan pengamatan selesai, langkah berikutnya adalah melakukan tinjauan ulang terhadap keberhasilan dan kegagalan yang terjadi pada proses yang telah dilalui tersebut. Berdasarkan evaluasi atau refleksi itulah peneliti bersama guru mitra menyusun rancangan penelitian untuk siklus II. Rancangan penelitian pada siklus II sangat bergantung kepada data atau hasil yang didapat pada siklus I.
(2) Siklus II
Pada siklus II ini peneliti merencanakan menerapkan strategi pembelajaran menulis dengan menggunakan potret lingkungan sekolah sebagai stimulus. Menulis pada tahap ini lebih mengarah pada menulis deskripsi laporan pandangan mata. Untuk maksud tersebut, peneliti menyiapkan sejumlah potret lingkungan sekolah dalam ukuran yang mudah teramati dan dikemas secara menarik. LKS sebagai panduan kerja siswa juga dipersiapkan secara matang. Tahap pada siklus II ini merupakan jenjang yang lebih tinggi daripada kegiatan menulis pada siklus I. Akan tetapi, perencanaan dan pelaksanaan penelitian pada siklus II ini sangat bergantung kepada hasil refleksi pada siklus I.
(3) Siklus III
Rencana pelaksanaan tindakan yang dipersiapkan untuk siklus III adalah memperdengarkan cerita rakyat. Cerita rakyat yang dipilih adalah cerita rakyat yang dipandang dekat dengan lingkungan anak, yaitu salah satu cerita rakyat Nanggroe Aceh Darussalam. Dengan mengikuti petunjuk LKS, siswa diminta menuliskan tema, penokohan, alur cerita, dan amanat. Bentuk tulisan yang diharapkan dihasilkan oleh siswa adalah tulisan yang dijalin dalam bentuk paragraf naratif. Siswa diminta berimajinasi menulis ulang cerita dengan mengemukakan tema cerita, penokohan, alur cerita, dan amanat cerita. Pada siklus ini juga diterapkan model menulis terbimbing. Namun, rencana pelaksanaan tindakan pada siklus III ini sangat bergantung kepada hasil refleksi siklus II. Jadi, bentuk penelitian tindakan tidak pernah merupakan kegiatan tunggal, tetapi selalu harus berupa rangkaian kegiatan yang akan kembali ke asal, yaitu dalam bentuk siklus.
5 ) Analisis Data
(1) Analisis Data Kuantitatif
Data penelitian ini terdiri atas data yang berbentuk angka-angka dan data yang
berbentuk deskripsi kata-kata. Data yang berbentuk angka yang diperoleh dari
hasil tes (sesuai petunjuk LKS), diolah untuk mendapatkan nilai rata-rata (mean).
Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data kuantitatif tersebut
sebagaimana disarankan oleh Sudijono (2005:51) adalah sebagai berikut.
1) Menentukan range
2) Menentukan jumlah kelas
3) Menentukan lebar kelas
4) Menyusun table distribusi frekuensi
5) Menghitung nilai rata-rata dengan rumus:
FX
X = ----------
N
Keterangan: X = skor rata-rata yang dicari
FX = hasil perkalian antara F dan X
N = jumlah subjek
(2) Analisis Data Kualitatif
Terkait dengan data kualitatif dapat dijelaskan bahwa analisis data dilakukan dengan cara menata secara sistematis hasil pengamatan dan tindakan di kelas sehingga diperoleh sebuah deskripsi data yang utuh dan runtut. Analisis data kualitatif terdiri atas (a) analisis selama pengumpulan data dan (b) analisis setelah masa pengumpulan data.
Analisis data selama masa pengumpulan data dimaksudkan agar setiap temuan data tidak mudah terlupakan dan seandainya terdapat hal-hal yang kurang jelas bisa langsung dikonfirmasikan kembali dengan subjek penelitian. Selain itu, analisis ketika proses pengumpulan data dapat menghindari kemungkinan penumpukan data. Langkah-langkah analisis data pada masa pengumpulan data adalah sebagai berikut.
1) Merekam secara tertulis proses atau interaksi pembelajaran yang berlangsung pada penerapan strategi menulis berbasis mulptiple intelegences pada setiap siklus.
2) Menganalisis tanggapan guru dan siswa terhadap strategi pembelajaran yang diterapkan.
3) Menganalisis semua tulisan siswa yang dihasilkan pada setiap siklus.
4) Membuat dokumen portofolio.
5) Melakukan triangulasi dengan narasumber, yaitu guru, siswa, anggota tim peneliti, dan teman sejawat.
6) Melakukan pemilahan data sesuai dengan strategi pembelajaran yang diterapkan.
Analisis data setelah masa pengumpulan data selesai mengikuti langkah-langkah berikut.
1) Mempelajari kembali keseluruhan analisis yang dilakukan pada masa pengumpulan data.
2) Melakukan penambahan, pengembangan, dan perbaikan-perbaikan terhadap analisis yang telah dilakukan sebelumnya.
3) Menyusun simpulan sementara.
4) Melakukan pengkajian ulang terhadap keseluruhan hasil analisis dan triangulasi.
5) Penarikan simpulan akhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri komentar dengan santun dalam penyampaian sopan dalam bahasa motto kami dari anda, terimakasih atas komentar dan kunjungannya